Di hutan mangrove Papua di Jayapura, Paula (55) mendayung sampan kecilnya sejak subuh, menyusuri lumpur untuk mencari kerang. Hasil tangkapannya ini akan menjadi lauk pauk di rumah, atau ia jual untuk menambah penghasilan.
Di hutan mangrove yang sama, tetangganya, Persila (68 tahun) mencari kayu untuk membangun rumah. Warga di desanya memanfaatkan kayu dari mangrove untuk membangun rumah. Maka dari itu, kelestarian mangrove pesangat penting untuk kehidupan warga pesisir. "Batang mangrove yang jatuh sendiri ke lumpur dan tegak ke atas, itu yang kita jaga karena akan tumbuh jadi mangrove baru," ujarnya.
Paula dan Persila hanyalah dua dari sekian banyak perempuan adat Papua yang berperan penting dalam menjaga kelestarian hutan mangrove. para perempuan yang biasa dipanggil “mama” ini mewarisi kearifan tradisional dari leluhur tentang bagaimana memanfaatkan dan menjaga hutan mangrove secara berkelanjutan. Pengetahuan ini diwariskan secara turun-temurun dan menjadi pedoman dalam berinteraksi dengan alam.
Dalam kesehariannya, perempuan adat Papua mengumpulkan makanan dan kayu bakar, serta menjaga kelestarian ekosistem mangrove. Mereka juga melakukan konservasi dengan menanam buah mangrove yang terbawa arus saat mencari kerang, udang, dan biota laut lainnya. Selain itu, Mama Papua memanfaatkan hutan mangrove untuk kegiatan sosial mereka. Di beberapa wilayah, seperti di Tobati dan Enggros, Jayapura, Mama Papua bersosialisasi, berdiskusi, dan berbagi cerita di sela-sela aktivitas mencari makan.
Hutan mangrove sendiri merupakan ekosistem yang sangat penting, tempat hidup berbagai biota laut seperti ikan, udang, kepiting, kerang, dan lainnya. Mangrove juga berperan dalam melindungi pesisir dari bencana alam seperti gelombang pasang dan abrasi, serta menyimpan karbon dalam jumlah besar yang berkontribusi pada mitigasi perubahan iklim. Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indonesia memiliki sekitar 20% dari total hutan mangrove dunia, dan Papua menjadi rumah bagi hutan mangrove terluas di Indonesia, sekitar 1,6 juta hektar.
Menyadari pentingnya peran perempuan adat dalam pelestarian hutan mangrove, Universitas Papua dan University of Queensland di Australia, dengan dukungan KONEKSI, tengah berkolaborasi melakukan penelitian untuk mengeksplorasi dan menganalisis keahlian perempuan adat Papua, serta strategi adaptasi dan konservasi mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mendukung inisiatif dan kebijakan karbon biru yang inovatif dan inklusif, dengan melibatkan perempuan adat sebagai pemegang kearifan tradisional.
Lokasi penelitian tersebar di beberapa wilayah di Papua; Teluk Bintuni di Papua Barat, Sorong Selatan di Papua Barat Daya, Mimika-Kamoro di Papua Tengah, Waropen dan Jayapura di Papua.
"Dalam menjaga kelestarian hutan mangrove, sangat penting untuk mendengarkan suara perempuan yang kesehariannya bekerja di mangrove. Mereka memiliki pengetahuan lokal yang sangat berharga," ungkap Dr Aplena Elen Siane Bless, peneliti Universitas Papua.
Dr Jenny Munro dari University of Queensland menyoroti pentingnya kolaborasi dalam penelitian ini, “Kemitraan Indonesia dan Australia dalam penelitian ini membuktikan bahwa meskipun di area terpencil dan sensitif secara politik, kami tetap dapat menyediakan platform untuk berkolaborasi.”
Mama Papua berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan pewaris kearifan tradisional. Pengetahuan mereka sangat berarti untuk didengarkan terutama dalam menjaga kelestarian hutan mangrove yang menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat pesisir. Mereka adalah pahlawan pelestarian hutan mangrove.